Cinta Terlarang Diluar Kesadaran

0


Mahasiswi semester 6 yang kuliah di PTN Bandung, orangnya cantik, bernama Mila. Dia mempunyai sahabat yang satu kampus tapi beda jurusan, namanya Yeni. Berdua mengontrak rumah yang berisi 2 kamar bersebelahan.

Kedua kamar mereka dihalangi oleh dinding penyekat yang terdapat jendela kaca pada bagian atasnya sebagai media untuk pembagi cahaya agar ruangan tidak terlalu gelap dan pengap apabila lampu dimatikan.

Kedua mahasiswi ini selalu mengenakan jilbab lebar dan baju longgar yang panjang serta sama-sama aktif di organisasi kami, yaitu organisasi kemahasiswaan yang bernuansa religius.

Cerita ini bermula ketika Yeni memutuskan menikah dengan kakak kelasnya yang bernama Doni, yang juga sama-sama aktif di kami. Keputusan ini mereka ambil karena mereka tidak mau melakukan dosa apabila mereka pacaran.

Sebab, menurut keyakinan mereka, pacaran itu akan diisi dengan kegiatan-kegiatan yang penuh dosa apabila mereka tidak kuat menjaganya. Oleh sebab itu, mereka memutuskan menikah sehingga mereka bisa bermesraan dan bahkan berhubungan suami-istri karena mereka telah terikat oleh perkawinan yang sah.

Walaupun telah menikah, Yeni dan Doni masih hidup terpisah. Yeni masih ngontrak serumah dengan Mila, sedangkan Doni mengontrak serumah dengan sahabatnya, Dedi—teman satu angkatan namun beda kelas. Maksudnya adalah agar kuliah mereka tidak terganggu oleh adegan percintaan jika mereka hidup serumah.

Yang namanya sudah menikah, tentu saja mereka tidak malu-malu memperlihatkan kemesraan di hadapan teman-teman mereka. Tetapi masih dalam batas-batas yang wajar dan bisa diterima oleh norma kehidupan bermasyarakat.

Usia muda yang menikah tentu saja selalu diisi dengan letupan-letupan gairah birahi yang meluap-luap. Oleh sebab itu, mereka sering melakukannya di kamar Yeni ataupun di kamar Doni.

Beberapa kali Mila mendengar desahan dan erangan nikmat yang keluar dari mulut Yeni tanpa disadarinya pada saat Yeni sedang meraih orgasme ketika bersetubuh dengan Doni. Tentu saja suara desahan dan erangan nikmat tersebut membuat Mila terangsang dan merasa terganggu. Tapi Mila tidak bisa apa-apa karena mereka adalah suami-istri.

Karena sering kali Mila mendengar desahan dan erangan nikmat yang keluar dari mulut Yeni dan suaminya saat mereka bersetubuh, Mila sering berkhayal dan berfantasi betapa nikmatnya bila dia dapat merasakan nikmatnya bersetubuh.

Tapi mana mungkin? Sebab Mila belumlah bersuami dan belum punya pacar. Lagi pula, tak mungkin ia lakukan dengan orang lain yang belum menjadi suaminya, karena sebagai gadis yang mengenakan jilbab, dia tahu bahwa persetubuhan hanya dapat dilakukan oleh kedua insan yang telah sah menjadi suami-istri.

Tapi dorongan rangsangan birahi yang Mila alami semakin lama semakin hebat, membuat Mila mencari cara untuk bisa melepaskan hasrat birahinya.

Akhirnya, Mila menemukan cara memuaskan dirinya dengan bantuan tangannya sendiri—meremas-remas teteknya serta menggesek-gesek vagina dan klitorisnya sambil mengintip apa yang dilakukan oleh Yeni dan suaminya saat mereka bersetubuh melalui jendela kaca yang terdapat di bagian atas dinding.

Untuk bisa mengintip, Mila harus naik ke atas meja belajarnya yang kebetulan letaknya pas di bawah jendela kaca tersebut. Dan kegiatan mengintip ini menjadi rutin dilakukan oleh Mila setiap Doni datang mengunjungi kamar Yeni.

Untuk sementara, hanya dengan cara mengintip dan bermasturbasi seperti itulah yang dapat dilakukan oleh Mila untuk melepaskan gairah birahi yang akhir-akhir ini jadi sering bangkit dan minta untuk dituntaskan.

Bahkan sering kali muncul godaan dalam dirinya untuk melakukan secara nyata dengan lawan jenis. Walaupun sampai saat ini Mila masih mampu bertahan, namun entah sampai kapan. Mila sendiri tak yakin.

Pada suatu hari, ada kegiatan organisasi di kampusnya yang mengharuskan Mila dan Yeni bekerja sampai malam di ruang kantor organisasi yang terdapat di dalam kampus.

Ruang kantor organisasi ini cukup luas namun disekat-sekat menjadi ruang komputer, ruang ketua, dan ruang rapat. Malam itu, hanya Mila dan Yeni yang berdua di kampus yang sepi. Sekitar jam 7 malam, Mila berkata pada Yeni:

“Yan…, aku mau pulang dulu yach.. bentar kok, hanya mau ngambil file yang ada di komputerku, lalu datang lagi ke sini… Paling lama juga 1 jam… Boleh yah?”

“Boleh… tapi beneran nich… jangan lama-lama,” sahut Yeni mengizinkan.

Lalu Mila keluar dari ruangan itu menuju pintu gerbang kampus yang letaknya cukup jauh dari ruang organisasi.

Setelah 10 menit, baru Mila tiba di pintu gerbang kampus, dan pada saat itu ia baru ingat bahwa file yang dibutuhkannya sudah dicopykan ke komputer yang ada di ruang organisasi. Maka Mila memutuskan untuk kembali ke ruang organisasi di mana Yeni sedang menunggunya.

Begitu tiba di ruang organisasi, Mila tidak melihat Yeni. Mungkin Yeni sedang sembahyang di masjid kampus, pikir Mila. Maka Mila langsung menuju ruang komputer yang bersebelahan dengan ruang ketua yang pintunya tertutup.

Saat Mila akan mencolokkan stop kontak komputer, tiba-tiba telinganya mendengar desahan dan lenguhan khas yang biasa ia dengar dari mulut Yeni bila sedang bercumbu dengan Doni, suaminya.

Suara itu secara sayup-sayup berasal dari ruang ketua organisasi yang pintunya tertutup. Frekuensi desahan dan erangan yang keluar dari ruangan itu makin lama makin sering dan semakin keras, membuat gairah Mila dengan cepat terangsang.

Tanpa bisa ditahan, badannya bergerak ke arah jendela penghubung antara ruang komputer dan ruang ketua. Jendela kaca tersebut dihalangi oleh gorden yang tidak terlalu rapat, sehingga Mila masih bisa memperhatikan aktivitas yang terjadi di ruang ketua.

Ternyata yang sedang bercumbu di ruang ketua itu adalah Yeni dan suaminya, Doni. Doni menyusul Yeni ke ruang organisasi berniat menemani Yeni dan Mila bekerja pada malam itu.

Saat Doni tiba di ruangan itu, dia hanya mendapati Yeni sedang bekerja sendiri. Sebagai pasangan pengantin baru, tentu saja situasi ini benar-benar mereka manfaatkan dengan bermesraan di ruang ketua.

Mereka merasa tenang karena mereka menyangka Mila akan pulang dulu ke rumah kontrakan untuk mengambil file pekerjaan yang tersimpan di komputernya. Menurut perhitungan mereka, pulang-pergi kampus–rumah kontrakan akan memakan waktu paling cepat satu jam, dan satu jam itu sangat sayang jika tidak dimanfaatkan dengan bermesraan.

Dengan lutut gemetar dan dada sesak, Mila mengintip apa yang dilakukan Yeni dan suaminya. Beberapa kancing baju Yeni telah terbuka, dan cup BH-nya pun telah ditarik ke atas, sehingga tetek Yeni bagian kirinya yang montok dan bulat terlihat jelas sedang diremas-remas oleh tangan Doni sambil berdiri. Sementara itu, pantat Yeni terduduk di pinggir meja kerja. Mulut, bibir, dan lidah Doni sedang mengulum, memilin, dan menjilati puting Yeni yang semakin tegak.

“Ouh… Aa… Ohh… A… enak banget… A… ouh…” mulut Yeni mendesah dan mengerang menikmati apa yang dilakukan Doni.

Doni semakin bernafsu mendengar erangan istrinya. Bibirnya semakin lincah mengecup, menghisap, dan menjilat tetek Yeni—baik yang kiri maupun kanan—secara bergantian dengan gairah yang mengebu-gebu.

Lalu tangan kirinya mengangkat rok panjang Yeni hingga sebatas pinggul, dan kemudian kedua tangannya menarik celana dalam Yeni ke bawah hingga lepas. Tangan kanan Doni langsung menyerbu vagina istrinya dengan usapan dan remasan. Kepala Yeni semakin terdongak dengan mulut terbuka terengah, mengeluarkan erangan dan desahan nikmat.

“Aa… Aa… ouh…” dalam erangannya, Yeni memanggil-manggil suaminya dengan suara yang sangat merangsang.

Nafsu birahi Mila semakin meningkat melihat adegan itu, dan ia menghayalkan seandainya saja tangan Doni yang mengobok-obok vaginanya.

“Ouh…” tanpa disadari, Mila melenguh nikmat.

Mata Mila tak berkedip mengintip adegan itu. Nafasnya semakin tak teratur dan tersengal-sengal diburu nafsu birahi yang semakin menguasai jiwa dan raganya. Tanpa disadarinya, sambil mengintip, tangan kanannya masuk ke sela-sela rok panjang yang ia kenakan dan langsung meraba vaginanya sendiri sambil membayangkan ada tangan lain yang sedang mengobok-oboknya.

Erangan Yeni semakin keras ketika jari tengah Doni mulai mengocok-ngocok vaginanya keluar-masuk, sambil jempolnya menekan dan memutar klitoris Yeni yang mengeras. Mata Yeni terbeliak-beliak, dan pinggulnya bergerak erotis.

Rupanya Doni sudah tidak mampu lagi menahan nafsu birahi yang memuncak. Tangannya menarik resleting celananya dan mengeluarkan batang penisnya yang sudah sangat tegang dari balik celana dalam.

Kini tampaklah batang penis yang tegang keras keluar dari sela-sela celana panjang Doni. Kemudian ia memposisikan selangkangannya tepat di depan selangkangan Yeni yang pahanya sudah terbuka lebar.

Perlahan-lahan, kepala penis itu mulai menembus lubang vagina Yeni, dan secara bersamaan mereka melenguh:

“Ooahhh..”

Kemudian pantat Doni bergerak perlahan-lahan mengocok-ngocok penis yang sudah tertanam di dalam vagina Yeni. Yeni meringis, melenguh, mengerang, bahkan menjerit dan meregang menikmati persetubuhan itu.

Pandangan Mila semakin kabur menahan nafsu yang semakin mendera. Khayalannya melayang seolah-olah dia yang sedang bersetubuh. Dia membayangkan teteknya diremas-remas, lehernya dicium gemas, dan vaginanya diobok-obok tangan lain.

Perasaan nikmat itu begitu nyata… sehingga membuat Mila mengerang:

“Ouh….. Ahhhh….” seolah-olah menjawab erangan Yeni.

Ouh… mengapa rasa nikmat ini begitu nyata? Tiba-tiba tubuhnya seolah dialiri listrik. Badannya bergetar keras, dan Mila menjerit menahan nikmat ketika dia merasa ada lidah kasar dan basah menjilati lipatan vaginanya hingga ke klitoris, menghisap-hisapnya lama sekali. Kaki Mila terangkat menjinjit menahan nikmat.

Saking tak kuat, kedua tangannya merengkuh ke depan selangkangannya. Antara sadar dan tidak, Mila merasa tangannya menyentuh kepala yang sedang bermain di selangkangannya.

Oh… kenapa khayalan ini begitu nyata? Mila melihat celana dalamnya sudah terlepas di lantai—entah kapan ia menanggalkannya. Beberapa kancing bajunya telah terbuka, memperlihatkan teteknya yang montok dengan tali BH yang sudah lepas.

Lalu Mila merasa tubuhnya ditekan ke bawah hingga terduduk di lantai, dan ia melihat bahwa kepala yang sedari tadi memberikan kenikmatan padanya adalah Dedi, teman satu kos Doni.

Dedi memandang wajah Mila dengan tatapan penuh birahi, dan Mila sangat menikmatinya. Ia merasa Dedi mendorong tubuhnya hingga telentang di lantai yang dingin. Tapi dinginnya lantai justru membuat gairahnya meletup-letup.

Antara khayalan dan kenyataan, Mila melihat Dedi membuka celananya dengan tergesa-gesa. Begitu terlepas, tampaklah penis Dedi yang tegang dan keras. Napas Mila semakin sesak, tatapannya nanar melihatnya.

Ingin rasanya batang itu segera mengaduk-aduk vaginanya yang sudah basah—seperti yang sering ia bayangkan saat mengintip persetubuhan Yeni dan Doni.

Rupanya Dedi memahami khayalan Mila. Paha Mila dibuka lebar-lebar, dan rok panjangnya disingkapkan ke atas. Kemudian Dedi memposisikan kepala penisnya tepat di depan liang vagina Mila.

Dengan hati-hati, pantat Dedi mulai menekankan kepala penisnya untuk masuk. Vagina Mila sudah sangat basah, sehingga penis Dedi bisa masuk perlahan-lahan.

Walaupun ini pengalaman pertama bagi Mila, karena gairahnya sudah tinggi dan vaginanya basah, tidak ada kesulitan berarti bagi penis Dedi untuk menembusnya.

Lalu tiba-tiba Dedi mendorong penisnya dengan cepat—Sreet….. Mila merasakan ada sesuatu di dalam vaginanya yang sobek, menimbulkan rasa perih. Tapi rasa perih itu kalah oleh sensasi nikmat yang tak terbayangkan.

“Aduh… auh…”

Mila merasakan seluruh batang penis Dedi telah amblas dalam vaginanya. Kedua selangkangan mereka berimpit erat. Mata Dedi mendelik menahan nikmat, dan Mila pun merasakan hal yang sama.

Lalu Dedi menarik perlahan-lahan penisnya, dan begitu tersisa hanya kepala yang masih di dalam, ia langsung mendorongnya kembali.

Gerakan maju-mundur Dedi dilakukan berdasarkan instingnya sebagai laki-laki—walaupun ini juga pengalaman pertamanya. Gesekan penisnya dengan dinding vagina Mila membuat napas mereka tersengal-sengal, dan rasa nikmat semakin melambungkan mereka.

Makin lama, genjotan Dedi semakin cepat dan bersemangat. Pinggul Mila pun bergerak erotis mengimbanginya, semakin melambungkan kenikmatan.

Semakin lama, gerakan mereka semakin tak terkendali. Mila merasakan sesuatu menjalar dalam tubuhnya, menghentak-hentak hingga akhirnya badannya melenting kaku, dan ia menjerit panjang:

“Aaaaaaakkhh…..”

Dedi juga merasakan hal yang sama. Badannya melenting kaku, dan dari penisnya keluar semprotan dahsyat ke dalam vagina Mila.

“Aaaaaaahh…”

Cret… cret… cret….. semprotan itu keluar berulang kali. Dinding vagina Mila berdenyut-denyut, seolah memeras cairan itu hingga habis.

Setelah itu, Dedi ambruk menindih tubuh Mila yang masih mengenakan baju, rok, dan jilbab.

Beberapa menit kemudian, setelah gairahnya surut, Mila sadar bahwa ini bukan khayalan—tubuh Dedi masih menindihnya. Ini nyata.

Di tengah kegalauannya, tiba-tiba mereka tersentak mendengar teriakan:

“Aaaw….., Astaghfirullah!!!”

Teriakan itu keluar dari mulut Yeni yang melotot kaget melihat mereka.

Dengan buru-buru, Dedi mengenakan celananya, sementara Mila merapikan bajunya yang acak-acakan.

“Hei…! Apa yang kalian lakukan? Tak malukah kalian? Apa kalian tidak takut akan dosa? Hah?” Yeni marah.

Tapi Doni menenangkannya, walau ia juga kecewa.

“Udah… sayang… tenang…” kata Doni pada Yeni, lalu mengajak mereka duduk dan membicarakan apa yang terjadi.

Kesadaran Mila sudah pulih. Ia menyesali perbuatannya dan bercerita kronologis kejadian, mulai dari niat mengambil file hingga terangsang melihat percumbuan Yeni-Doni.

Dedi menambahkan bahwa ia menyusul Doni ke kampus untuk menemani Mila dan Yeni. Saat tiba, ia melihat Mila sedang larut dalam masturbasi sambil mengintip persetubuhan Yeni-Doni. Ia pun terangsang dan akhirnya menghampiri Mila, sehingga terjadilah persetubuhan itu.

Mereka tak sadar bahwa Yeni dan Doni sudah selesai, hingga keduanya kaget melihat Mila dan Dedi dalam keadaan telanjang.

Setelah mendengar semua pengakuan, Yeni dan Doni merasa bersalah. Akibat ketidak-kontrolan mereka, sahabat-sahabat mereka menjadi korban. Akhirnya, mereka berpelukan dan saling meminta maaf.


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)