Hari Minggu itu, aku (Jeje, 27 tahun) sudah janjian sama temanku yang bernama Novan (27 tahun) mau jalan ke rumah teman-temanku semasa kuliah dulu. Novan adalah salah satu teman kuliahku dulu, dan kini sudah berkeluarga sementara aku masih bujangan. Tapi sejak setahun pernikahannya dengan Shanti (23 tahun), mereka masih belum punya momongan. Shanti adalah adik tingkat kami semasa kuliah dulu. Novan saat ini tinggal di rumah mertuanya (keluarga Shanti) di sebuah ibu kota provinsi. Makanya sore itu aku jemput dia di rumah Shanti.
Tapi setibanya di situ, Shanti bilang kalau Novan baru saja pergi mengantar ibu dan bapak mertuanya ke rumah saudaranya untuk sebuah keperluan. Shanti sendiri tidak ikut karena sore itu dia tiba-tiba agak meriang.
"Tunggu aja dulu deh, Je," kata Shanti padaku.
Karena sudah terbiasa main ke rumahnya, aku pun langsung nyelonong masuk ke ruang TV.
"Kamu sendirian aja nih, Shan di rumah. Mana pembantu lu?" tanyaku sambil langsung rebahan di karpet biru depan TV.
"Iya nih, tadinya aku mau ikut sama Mama. Tapi nggak tau kenapa tiba-tiba meriang gini. Si Ani (pembantunya) lagi pulang kampung tuh," ujar Shanti sambil bawain aku minuman hangat.
"Lu masuk angin ya, Shan?" tanyaku sambil menyeruput segelas teh hangat yang disediakan Shanti.
"Minum obat dong, Shan," kataku lagi sambil melihat ke arah Shanti yang duduk bersila di atas kursi, sementara aku masih rebahan di karpet.
"Atau dikerokin tuh, biar anginnya pada mabur," ujarku bercanda.
"Maunya sih, tapi si Ani-nya lagi nggak ada nih," kata Shanti.
"Suami lu dong, suruh ngerokin," kataku lagi.
"Huu, boro-boro mau ngerokin, suruh mijitin aja pun males-malesan," ujarnya.
"Gua yang ngerokin, mau nggak?" kataku bercanda.
"Mau sih, tapi malu ah," Shanti tertawa geli.
"Ngapain mesti malu ama gua, gua kan temen suami lu," kataku sambil nggak yakin kalau Shanti bener-bener mau dikerokin.
"Nggak ah, nggak mau dikerokin. Pijitin aja deh, Je, kalau lu mau. Ntar gua bingung ditanya Novan siapa yang ngerokin," pinta Shanti sambil terkekeh.
Aku langsung nyuruh dia duduk di lantai, bersandar ke kursi. Sementara aku duduk di kursi tepat di belakang punggungnya. Shanti dan aku nggak ada perasaan apa-apa, makanya dia mau aku yang mijitin.
Sambil ngobrol ke sana-kemari, aku terus mijitin pundak dan leher bagian belakang Shanti.
"Ke bawah dikit dong, Je. Ke punggungnya," pintanya sambil menggeser duduknya agak maju.
Aku nurut aja, sambil terus mijitin dia yang sambil nonton TV.
"Lu lepasin tali BH-nya dong, ngehalangin nih," kataku.
Shanti langsung melepas BH-nya dan meletakkannya begitu saja di sampingnya. Aku mulai mikir yang nggak-nggak ngeliat BH Shanti segede gitu. Aku membayangkan berarti besar juga isi BH itu.
"Aku sambil tiduran ya, Je," pintanya sambil terus telungkup di atas karpet depan TV.
Aku pun turun dan duduk di samping tubuhnya. Aku mulai memandangi pantatnya yang gempal, lalu turun ke bagian pahanya yang terlihat putih karena Shanti waktu itu cuma pakai celana pendek doang.
Tanganku mulai kupermainkan agak nakal sedikit, sambil berharap melihat reaksi Shanti. Persis di punggung belakang bagian toketnya, aku mulai sedikit nakal memainkan jari-jariku. Kuturunkan sedikit jari-jariku supaya meraba sedikit saja bagian toketnya.
"Geli ih, Je," ujarnya tapi diam saja.
"Kena ya? Sorry deh, Shan," ujarku pura-pura kaget.
Shanti diam aja dengar jawabanku itu.
"Shan, buka aja deh kaosnya," pintaku.
"Nggak ah, ntar Novan dateng gimana?" tanyanya ragu.
"Ya cepet-cepet dipake lagi dong ntar," jawabku singkat.
Agak sedikit malu kulihat wajah Shanti ketika dia duduk sebentar dan membuka kaosnya, lalu cepat-cepat telungkup lagi. Pikiranku saat itu benar-benar nggak bener. Ingin rasanya aku memeluk Shanti dan merasakan hangatnya tubuh istri temanku itu. Tapi aku malu.
Dengan sedikit ragu, aku mulai memberanikan diri meremas bagian pinggir-pinggir toket Shanti dari belakang. Shanti terlihat agak kaget melihat kenekatanku, tapi dia diam saja. Malah sedikit-sedikit Shanti membiarkan jari-jariku menyelusup makin meremas toketnya itu.
"Geli Je...," Shanti agak mengerang.
"Sorry ya, Shan, aku bener-bener nggak tahan pengen megangin tetek kamu," kataku agak gemetar.
"Nggak apa-apa kan, Shan? Sorry ya," kataku semakin gemetaran.
Shanti begitu mendengar pertanyaanku itu, tanpa kusangka menggeleng pelan. Birahiku yang semakin meningkat tak mampu lagi kutahan. Kuraih tubuh Shanti agar sama-sama duduk, dan kubalikan badannya agar menghadapku. Cepat-cepat kutempelkan bibirku ke bibir Shanti. Shanti yang masih terlihat kaget melihat kenekatanku, terdiam dan mulai bereaksi dengan membalas ciumanku.
Seperti orang kesurupan, kami yang sama-sama sedang bernafsu dengan cepat saling menjilat bibir kami masing-masing. Tanganku pun dengan cepat meremas toket Shanti, sementara tangan Shanti terus mengusap-usap bagian punggungku yang kini sudah telanjang dada.
Kuraih tubuh Shanti agar berdiri. Dan dengan satu tanganku, kutarik celana pendek Shanti agar melorot ke bawah. Shanti tidak diam ketika tanganku sudah menarik celana pendeknya, termasuk CD-nya juga. Dia dengan gugupnya membuka kancing celana jeanku dan menarik turun resleting celanaku. Aku membantunya dengan menurunkan sendiri celana dalam dan jeanku hingga kami sama-sama telanjang, saling berpelukan dalam posisi masing-masing berdiri.
"Masukin ya, Shan," pintaku ketika tangan Shanti dengan ganasnya meremas-remas kontoyku yang sudah sangat tegang itu. Shanti hanya mengangguk pelan ketika kontoyku kuarahkan ke bagian selangkangan Shanti yang sudah sangat basah itu.
"Shhhh..., ahhh.." Shanti mengerang.
"Ahhhh..., cepetan Je, ntar Novan keburu dateng...," katanya sambil terus merenggangkan selangkangannya.
"Ahhhhh..., Shannnn...." kataku tak tahan merasakan kocokan tangan Shanti di kontoyku.
Dengan posisi terus berdiri, kontoyku kini sudah tepat di depan memew Shanti yang basah. Pelan-pelan kumasukkan dengan bimbingan tangan Shanti.
"Pelan-pelan Je..., ahhhh..., ahhhhh..., Jeeee......" Shanti mengerang sambil memelukku erat sekali ketika kontoyku mulai menancap ke dalam vagina itu.
"Shaaaan..., ahhhh..., ahhhh...," erangku merasakan nikmatnya menyetubuhi istri temanku itu.
"Cepat Jeeee..., cepetin lagi keluar-masukinnya Jeeee...," Shanti merengek seperti seorang bayi yang minta cepat-cepat disusui oleh ibunya.
"Iya Shaaaan..., segini enak Shaann...," tanyaku sambil kuisap lidah Shanti yang menjulur-julur keluar dari mulutnya.
Shanti hanya mengangguk mengiyakan pertanyaanku.
"Jeeee..., aku pengen keluar Jeee..., lebih cepet lagi Jeeee...," pinta Shanti sambil tubuhnya menggeliat ke kiri-kanan.
Aku yang sebenarnya juga sudah pengen keluar, semakin mempercepat kocokan kontoyku keluar-masuk memew Shanti yang seluruh tubuhnya sudah terlihat menegang hebat sekali.
"Aaauuuu..., Jeeee..., aku keluar Jeee...," Shanti meregang sambil menggigit pundakku.
"Aku juga Shaaaann...," kataku hampir bersamaan.
Kupeluk tubuh Shanti yang terlihat sangat kecapaian. Shanti tersenyum ketika keningnya kucium.
"Makasih ya, Je...," bisiknya sambil senyum-senyum.
"Iya, makasih juga, Shan...," kataku sambil terus kupeluk dia.
Lama kami saling berpelukan masih dalam keadaan telanjang sambil duduk di depan TV di atas karpet. Tiba-tiba Shanti meraih BH dan kaosnya. Dengan manjanya, dia minta dipakaikan olehku.
"Pakein dong Jee..., ntar keburu dateng suami gua lho," pintanya.
Aku langsung memakaikan BH dan kaosnya sambil tanganku mencari-cari kesempatan untuk meremas toketnya yang sudah sedikit mengendur lagi.
"Udah ah..., besok-besok kan bisa lagi Je..."
Kini kami sudah saling memakai pakaian masing-masing, tapi kami sepertinya masih tak ingin terpisahkan. Kami masih saling berpelukan di atas kursi ketika suara mobil Kijang yang dikemudikan Novan terdengar memasuki halaman. Shanti buru-buru bangkit dari pelukanku.
"Novan dateng," bisiknya padaku.
Sambil bangkit, dia sempat mencium pipiku sekali saja.
"Besok-besok lagi ya, Jee...," katanya manja.
Aku hanya mengangguk sambil memperhatikan Shanti yang terus berlari ke arah pintu depan.
Aku masih duduk sambil nonton TV ketika Novan menyapaku.
"Yuk, langsung cabut Je. Anak-anak udah pada nunggu nih. Lu udah lama ya? Sorry brur, aku nganter mertuaku dulu tadi," katanya tanpa kutanya.
Shanti yang dengar itu bilang,
"Iya tuh, si Jeje udah dari tadi nungguin lu, Van. Buruan sana pergi, ntar keburu bubaran deh acaranya," kata Shanti sambil menggandeng tangan suaminya dengan mesra hingga ke pintu depan rumahnya.